Selasa, 02 Maret 2010

Sejarah Pembentukan Budaya Dalam Memilih Profesi

Sejarah Pembentukan Budaya Dalam Memilih Profesi
Karena kekayaan yang dimiliki, menjadikan Indonesia menarik bagi orang asing untuk ikut memanfaatkan dan menikmatinya. Sehingga sejak tahun 1596 berdatangan orang-orang Portugis, disusul Spanyol, Belanda kemudian Inggris, dan pada akhirnya orang Belanda-lah yang berhasil menguasai Indonesia dalam kurun waktu yang lama. Samapi Perang Dunia ke-2, perdagangan luar negeri dari Indonesia (waktu itu disebut Hindia Belanda)dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar Belanda melalui pengumpulan hasil pertanian yang jumlahnya sangat besar untuk tujuan ekspor.
Lambat laun perusahaan-perusahaan Belanda mengalami kesulitan dalm melakukan pengumpulan hasil bumi dan juga seleksi mutu agar memenuhi persyaratan ekspor, sehingga diperlukan pedagang perantara. Perusahaan Belanda memilih orang-orang dari golongan non-pribumi sebagai pengumpul hasil bumi dari petani dan sebagai jalur distribusi (impor maupun ekspor). Kondisi tersebut diperkuat dengan adanya undang-undang pergolongan rasial dalam pengelolaan perekonomian dengan kondisi sebagai berikut:
Penerapan hokum-hukum adat untuk golongan pribumi dalam pengelolaan perekonomian dan bersifat tradisional.
Penerapan hokum-hukum modern dan bersifat internasional bagi golongan Eropa dan non pribumi (Cina, Arab, India dsb.).
Sistem pengelolaan perekonomian golongan pribumi semakin lama semakin tidak berkembang, sehingga muncul kultur (budaya) pada masyarakat golongan pribumi bahwa pegawai pemerintahadalah hal ang lebih menarik dan lebih mulia daripada menjadi seorag wirausaha. Kesempatan-kesempatan untuk menjadi pengusaha diambil alih oleh golongan non-pribumi.
Kondisi budaya (culture) yang secara umum terdapat dalam masyarakat tersebut bulaknlah sesuatu yang sudah menjadi ‘takdir’ karena hal tersebut dapat diubah. Dan perlu ditegaskan pula bahwa tidak semua orang non-pribumi menjadi seorang wirausaha serta atau dengan logika sebaliknya ada orang-orang pribumi yang sukses menjadi seorang wirausaha.
Pilihan untuk menjadi seorang wirausaha tergantung pada sikap dan perilaku (kepribadian) seseorang yang terbentuk sejak kecil oleh unsure-unsur budaya lingkungan dan budaya keluarga tempat dia tumbuh, nilai-nilai hidup (termasuk didalam ideologi) yang diterima dalam masa pendewasaan diri dan juga ditentukan oleh situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Pendidikan kewirausahaan selain bertujuan untuk memberikan keahlian teknis (pencarian ide bisnis, pemilihan dan penetapan ide, pengelolaan produksi, pemasaran, perhitungan aspek financial dan pendirian serta pengelolaan usaha), diharapakan juga mampu memberiakn warna dalam proses “rekulturisasi” mengenai jenis pekerjaan yang akan dipilih.

Membentuk Jiwa Entrepreuneur Remaja Purwakarta

Membentuk Jiwa Entrepreuneur Remaja Purwakarta
Wirausaha muda sangat dibutuhkan oleh bangsa kita terlebih lagi untuk kabupaten kita tercinta Purwakarta. Setiap daerah perlu wirausaha agar daerah tersebut maju, dari hasil penelitian sebuah Negara maju harus mempunyai minimal 2% wirausaha dari populasi sebuah Negara. Dari hasil itu, jika Negara kita mempunyai 200 juta penduduk maka harus mempunyai minimal 4 juta wirausaha. Hal itu analog dengan kabupaten kita. Jadi saat ini yang diperlukan Negara kita khususnya Purwakarta adalah wirausaha muda yang mempunyai visi membangun daerahnya bukan hanya untuk diri sendiri.
Membangun lingkungan yang mempunyai jiwa entrepreuneur, memerlukan kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Di sekolah-sekolah TK, SD, SLTP, dan SMA, harus memuat kurikulum tentang pendidikan wirausaha sejak dini.
Saya mempunya kutipan dari tulisan Dosen IPB bapak Tjahja Muhandari dalam bukunya Manajemen Usaha Kecil:
“Susan, Susan, Susan besok gede mau jadi apa?”
“Aku mau pinter, biar jadi dokter!”
“Aku mau jujur, biar jadi insinyur!”

Sepenggal bait lagu di atas tidak hanya mencerminkan suatu kejenakaan seorang anak kecil, tetapi sesungguhnya merupakan gambaran pilihan profesi yang ada di Indonesia sampai saat ini. Budaya yang mengidolakan suatu jabatan atau gelar seperti ini sudah terlanjur melekat pada pribumi(suatu istilah untuk menunjukan suku- suku di Indonesia di luar Cina, Eropa dan Timur Tengah). Meskipun belum dilakukan penelitian mengenai jumlah(prosentase) orang tua yang menginginkan anaknya bekerja pada profesi yang ‘mapan’, tetapi diduga lebih dari 90% orang tua mengharapakan anaknya bekerja pada sektor tersebut. Artinya tidak lebih dari 10% yang menginginkan anaknya menjadi seorang yang berwirausaha.(Muhandari, 2009)
Jadi lingkungan keluarga yang berpengaruh besar dalam membentuk anak untuk memiliki jiwa wirausaha atau tidak. Lingkungan akademik juga sangat menentukan pola pikirnya sejak dini. Kita harus bekerjasama untuk membuat masyarakat kita untuk membangun usaha bukan pekerja.


Senin, 01 Maret 2010

Ide Jitu mengatasi masalah Longsor di Jawa Barat

Ide Jitu mengatasi masalah Longsor di Jawa Barat
Longsor adalah masalah kita bersaama yang perlu kita pikirkan pemecahanya, bukan hanya menggerutu tidak ada action. Bagaimana kalau kita memanfaat lahan yang dicurigai,hehehe dalam tanda kutip lahan yang mudah sekali longsor, seperti lahan perkebunan teh, tanaman teh mempunyai akar yang pendek tidak seperti pohon kayu yang mempunyai akar yang kokoh. Oleh karena itu pemilik lahan yang rawan longsor kita ajak mereka untuk menanam pohon yang namanya Jabon. Tanaman ini sejenis pohon kayu-kayuan, tentunya pemilik lahan bisa mendapat income yang tidak sedikit dari budidaya Jabon pada lahan-lahan kritis. Dan kebetulan umur panen pohon ini + - 5 tahun. Kasarnya dalam 1 Ha dengan jarak tanam 4x4 meter maka akan medapat 625 pohon. Bayangkan jikalau dapa panen nanti harga jabon rata-rata adalah Rp 1000.000/M3. Menggiurkan bukan?!
Jika pemilik lahan tidak mempunyai dana untuk menanam pohon ini, ada investor yang akan menanam modal dilahan anda dan setelah panen seluruh pohon akan dibeli oleh perusahaan miliknya denagn harga pantas tentunya. Biasanya mereka menggunakan system bagi hasil. Investor:pemilik lahan:pengelola 50:40:10. Tentunya pemilik lahan hanya berkewajiban untuk menjaga dan merawat lahannya karena itukan lahan miliknya sendiri. Untuk info lebih lanjut hubungi 085286560728 atau kunjungi jabonjabarindonesia.blogspot.com.

Kamis, 25 Februari 2010

Membuka GERAI LAYANAN KTP di MALL atau Pusat Perbelanjaan, Mengapa Tidak?

Membuka GERAI LAYANAN KTP di MALL atau pusat perbelanjaan, mengapa Tidak?

Layanan jemput bola ini adalah salah satu pemecahan masalah yang sangat bagus. Ditengah layanan publik yang buruk, hal ini dipicu berbagai masalah, diantaranya:


1. Layanan ini suka di persulit oleh oknum pegawai kecamatan atau desa.

2. Biaya yang dibutuhkan tidak jelas, jadi oknum pegawai pemerintah bisa mempermainkan harga.

3. Pengurusan membutuhkan waktu lama, padahal mau jadi warga Negara yang baik.

Tiga hal ini mendorong orang untuk bermalas-malasan. Layanan yang dipersulit menyebabkan orang enggan menole ke kantor kelurahan atau kecamatan. Biaya yang tidak jelas bahkan cenderung dikatrol dari biaya yang seharusnya. Lama pengerjaan pun sangat mempengaruhi, misalnya saya seorang mahasiswa yang pulang ke rumah asal sayajika pulangpun kurang banyak waktu.

Maka membuka gerai layanan KTP di pusat perbelanjaan mutlak untuk dilaksanakan. Permerintah daerahpun bisa bernego dengan manajemen pusat perbelanjaan itu untuk mendapatkan tempat, hal ini tentu bermanfaat bagi pusat perbelanjaan karena pengunjungnya bisa bertambah.

Di Purwakarta temapat asal saya tinggal tentu pemerintah daerahnya sangat konsen pada masalah ini, tetapi di tingkat kecamatan atau kelurahan yang ogah-ogahan untuk melayani masyarakat. Contohnya di tempat saya tinggal di Kelurahan Sindangkasih, Kecamatan Purwakarta, sudah 2 bulan KTP saya belum jadi, sedangkan pas diurus lagi datanya hilang jadi harus bayar lagi. Itupun tidak membuat KTP saya jadi, malah tidak jadi-jadi, weleh-weleh. Hidup koq dibikin susah, apa lagi saya adalah warga Negara Indonesia asli loh. Saya tidak menjelekkan tapi ini wilayah pelayanan publik harus menerima saran maupun kritikan. Alangkah bagusnya kalau data kependudukan kita baik, tentu pas pemilihan umumpun tidak akan jadi ribet kaya pemilihan umum kemarin, betul tidak?

Ternyata ini bukan sekonyong-konyong kesalahn diatas saja tapi malah oknum-oknum yang di bawah ini yang jadi BIANG KELADINYA. Indonesia negarku tercinta, Puwakarta kabupatenku tersayang. Jangan bikin susah orang yang mencintaimu donk.Heeeheheheheheheh. Mudah-mudahan saran ini direspon oleh PEMDA Purwakarta agar Purwakarta memiliki pelayanan prima dalam pelayanan publik. Sekarang sudah jamannya keterbukaan toh.

Terimakasih,

Sendy Akhmad Nugraha